Rabu, 17 April 2013
Rabu, 14 November 2012
http://fakfakinfo.com/2012/11/tarikan-sumbangan-hut-fakfak-ke-112-disoal-anggota-dewan.html
Tarikan Sumbangan HUT Fakfak Ke 112 Disoal Anggota Dewan
Fakfakinfo.com_ 16 November 2012, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, genap berusia 112 tahun. Dan rencananya, peringatan HUT Kabupaten Fakfak ke 112 kali ini, akan diperingati dengan lebih meriah, dibanding peringatan serupa di tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya, hal ini tercermin dari besarnya dana yang digelontorkan untuk acara tahunan ini, yakni 2,5 miliar.
Meski telah dipatok dana 2,5 miliar yang informasinya dikeluarkan dari kantong Dinas Pariwisata, dana ‘amunisi’ HUT Kabupaten Fakfak ke 112 ini masih akan terus bertambah, dikarenakan adanya tarikan sumbangan atau partisipasi dari berbagai pihak.
Beberapa pihak yang sudah mengakui adanya tarikan sumbangan antara lain, Organda, pemilik warung/kios/toko, pemilik perusahaan/CV/PT/bank, dan instansi.
“Memang sudah ada edaran yang diantar oleh pegawai Dinas Perhubungan, isinya permintaan sumbangan HUT Kabupaten Fakfak ke 112, dari pemilik taxi. Suratnya kebetulan masih dipegang teman. Besarnya 1 juta per taxi,” ujar Anwar Zubair, Ketua Organda Kabupaten Fakfak.
Sementara itu, Safii Yarkuran juga mengakui jika pemilik CV atau pengusaha, dikenakan sumbangan 1 juta rupiah.
“Ada surat untuk CV. Intinya, sumbangan HUT Fakfak sebesar 1 juta per CV. Kalau saya belum kasi, sebab saya juga tidak ada proyek,” ujar Safii Yarkuran, yang juga Sekretaris DPC PKB ini.
Mengenai hal ini, Sunardi, SE. MM., politisi PPP anggota Komisi I DPRD Kabupaten Fakfak, menyatakan kurang setuju atas tarikan sumbangan kepada masyarakat kecil, seperti kios.
“Saya kurang setuju dengan adanya sumbangan itu. Apalagi menarik sumbangan dari kios atau warung kecil. Kasihan, penghasilan mereka beberapa waktu ini sudah menurun. Kita bisa katakan, bahwa ekonomi masyarakat Fakfak sedang lemah. Selain itu, peringatan HUT Kabupaten Fakfak ke 112 ini sudah dianggarkan. Miliaran. Itu saja dipakai, cukup atau tidak cukup. Jadi kegiatannya disesuaikan,” ucap Sunardi.
Sunardi menegaskan akan memanggil panitia peringatan HUT Kabupaten Fakfak dalam waktu dekat.
Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Fakfak, Wilhelmina Woy, satu-satunya anggota wanita yang terkenal dengan julukan Srikandinya wakil rakyat ini, dengan lantang menyatakan ketidak-setujuannya atas tarikan sumbangan peringatan HUT Kabupaten Fakfak.
“Maksimalkan saja penggunaan anggaran yang telah ditetapkan. Jangan lagi ada tarikan sumbangan ke masyarakat. Uang masyarakat sudah habis untuk bertahan hidup. Jadi jangan ditambahi dengan beban lagi,” ujar Wilhelmina.
Di sisi lain, salah seorang anggota panitia peringan HUT Kabupaten Fakfak ke 112 yang tergabung dalam seksi penggalian dana, ketika dihubungi oelh salah seorang wartawan via HP menyatakan bahwa sumbangan itu memang resmi dari panitia, dan memang ada ketetapan besaran sumbangan. Namun dijelaskan, bahwa ketetapan besaran sumbangan itu tidak mengikat.
“Besaran sumbangan boleh dibawah itu. Bahkan jika tidak menyumbang juga tidak dipaksa,” jelasnya.
Sunar, seorang ojek , mengatakan kepada media ini, bahwa ada baiknya jika panitia memasang baliho besar, berisi jadwal kegiatan peringatan HUT Kabupaten Fakfak.
“Kegiatan seperti ini, harusnya diinformasikan kepada masyarakat secara gamblang. Bisa dibuat baliho besar berisi jadwal kegiatan. Sehingga, masyarakat merasa ikut memiliki kegiatan ini, serta bisa berpartisipasi, minimal ikut meramaikan suasana. Dua minggu lagi sudah hari H, tapi masyarakat belum mengetahui kegiatannya apa,” ucap Sunar. (wah)
Diposting oleh HIPELMAFA di 03.42 0 komentar
http://fakfakinfo.com/2012/11/tarikan-sumbangan-hut-fakfak-ke-112-disoal-anggota-dewan.html
Sosialisasi Verifikasi Faktual Diwarnai Protes Parpol
Fakfakinfo.com_ Sosialisasi Verifikasi Faktual terhadap 16 Parpol yang diadakan oleh KPUD Kabupaten Fakfak pada Kamis (8/11) kemarin, diwarnai protes beberapa perngurus Parpol yang hadir. Mereka mempertanyakan posisi Ketua KPUD Fakfak, Markus Kripul dan salah seorang komisioner KPUD, Zaskia Madu.
Dalam acara tersebut mengemuka, permasalahan Markus Krispul dan Zaskia Madu dapat mempengaruhi independensi KPUD sebagai penyelenggara Pemilu.
Ketua KPUD, Markus Krispul dituding telah menjadi pengurus DPD Partai Golkar Fakfak. Sedangkan Zaskia Madu, kini telah bertatus sebagai PNS yang bertugas di Kantor Sekretariat Dewan Kabupaten Fakfak.
Sekretaris DPC PKB Kabupaten Fakfak, Safii Yarkuran mengatakan, jika Ketua KPUD terbukti menjadi pengurus Parpol, maka verifikasi menjadi tidak sah dan ilegal.
“Takutnya, ketika pengurus partai politik di dalam KPU (menjadi anggota komisioner KPU, red), kemudian memverifikasi kami partai politik ini, itu tidak sah. Itu ilegal,” tegas Safii.
Sementara itu Ketua DPD PAN Kabupaten Fakfak, Clifford Ndandarmana, meminta perlunya KPUD Fakfak menjelaskan masalah Markus Kripul dan Zaskia Madu.
“Mungkin harus ada semacam pernyataan resmi dari institusi ini (KPUD Fakfak, red), menyangkut dua anggota KPUD. Kita tahu, Saudara Markus Krispul terlibat dalam salah satu struktur partai politik yang sekarang juga masuk dalam verifikasi faktual. Yang kedua, Saudari Zaskia Madu, kita tahu bahwa dia sudah sebagai pegawai negeri. Sehingga perlu pernyataan resmi dari institusi ini, apakah mereka berdua sudah mengundurkan diri dari anggota KPUD,” ujar Clifford.
Sedangkan sekretaris DPD Golkar Kabupaten Fakfak, Iwan Patiran menegaskan bahwa, Markus Kripul telah mengundurkan diri dari kepengurusan partai.
“Markus Krispul, sudah menyampaikan pengunduran dari dari Partai Golkar sejak beberapa minggu lalu. Mungkin karena hari ini agenda kita adalah sosialisasi verifikasi faktual, jadi kita tidak membawa surat tersebut,” tegas Iwan patiran.
Menanggapi penyataan dan protes dari beberapa pengurus partai politik yang hadir di ruang rapat KPUD Fakfak tersebut, Ketua KPUD Fakfak, Markus Krispul mengatakan bahwa akan ada penjelasan pada akhirnya.
“Nanti akan kami jelaskan pada akhirnya,” ujar Markus Krispul.
Acara sosialisasi ini akhirnya tetap dilanjutkan, meseki dengan catatan, beberapa pengurus Parpol tetap meminta masalah tersebut diklarifikasi lebih dulu, sebelum melakukan verivikasi faktual.
Diposting oleh HIPELMAFA di 03.41 0 komentar
Sabtu, 30 April 2011
Penanda taganan surat keputusan Badan Pengurus Himpunan Fakfak - Surabaya Piriode 2010-2012, Oleh Ketua dan Sekretaris Himpunan
Diposting oleh HIPELMAFA di 22.02 0 komentar
Penyelenggaraan ketetapan. Bp.Hipelmafa - Surabaya. saptu 30 april 2011
Diposting oleh HIPELMAFA di 21.54 0 komentar
Label: foto
Rabu, 20 April 2011
Dana bagi hasil migas Papua Barat Rp 680 miliar
JAKARTA : Menteri Keuangan memperkirakan alokasi dana bagi hasil (DBH) SDA Migas dalam rangka otonomi khusus Papua Barat pada tahun ini mencapai Rp680,29 miliar.
Perkiraan Agus D. W. Martowardojo tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.70/PMK.07/2011 tertanggal 5 April 2011. Perkiraan alokasi DBH sumber daya alam (SDA) yang berasal dari kegiatan pertambangan minyak bumi di Papua Barat diperkirakan 55% dari perkiraan total penerimaan negara dari kegiatan tambang daerah tersebut sebesar Rp550,54 miliar.
Sementara untuk perkiraan alokasi tambahan DBH SDA yang berasal dari pertambangan gas bumi adalah 40% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari SDA gas bumi Papua Barat, yaitu sebesar Rp129,74 miliar.
“Dalam hal terdapat perubahan asumsi indikator ekonomi makro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10/2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, maka perkiraan alokasi tambahan SDA Migas (Papua Barat) perlu dilakukan penyesuaian,” tulis Menkeu dalam PMK tersebut.
Menurut Agus, DBH Migas tersebut diberikan bertahap per tiga bulan sekali. Untuk kuartal I dan II, DBH migas dicairkan masing-masing 20% dari total perkiraan DBH migas tersebut, untuk kemudian diperhitungkan dalam realisasi penerimaan migas kuartal II dan IV.
Perkiraan alokasi BDH Migas tersebut keluar di tengah sorotan publik atas dugaan penyimpangan penggunaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua/Papua Barat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk periode 2002-2010. Dari jumlah dana Otsus Rp19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp4,12 triliun digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. (mrp)
-
Perkiraan Agus D. W. Martowardojo tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.70/PMK.07/2011 tertanggal 5 April 2011. Perkiraan alokasi DBH sumber daya alam (SDA) yang berasal dari kegiatan pertambangan minyak bumi di Papua Barat diperkirakan 55% dari perkiraan total penerimaan negara dari kegiatan tambang daerah tersebut sebesar Rp550,54 miliar.
Sementara untuk perkiraan alokasi tambahan DBH SDA yang berasal dari pertambangan gas bumi adalah 40% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari SDA gas bumi Papua Barat, yaitu sebesar Rp129,74 miliar.
“Dalam hal terdapat perubahan asumsi indikator ekonomi makro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10/2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, maka perkiraan alokasi tambahan SDA Migas (Papua Barat) perlu dilakukan penyesuaian,” tulis Menkeu dalam PMK tersebut.
Menurut Agus, DBH Migas tersebut diberikan bertahap per tiga bulan sekali. Untuk kuartal I dan II, DBH migas dicairkan masing-masing 20% dari total perkiraan DBH migas tersebut, untuk kemudian diperhitungkan dalam realisasi penerimaan migas kuartal II dan IV.
Perkiraan alokasi BDH Migas tersebut keluar di tengah sorotan publik atas dugaan penyimpangan penggunaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua/Papua Barat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk periode 2002-2010. Dari jumlah dana Otsus Rp19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp4,12 triliun digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. (mrp)
Diposting oleh HIPELMAFA di 05.49 0 komentar
Dana Otsus Papua Dipakai JJS ke Roma?
Jakarta — Badan Pemeriksa Keuangan, yang mengaudit pemakaian dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat selama tahun 2002-2010, menemukan banyak penyimpangan. Dari jumlah dana Rp 19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp 4,12 triliun digunakan bermacam-macam penyimpangan oleh Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Mulai dari penggunaan yang fiktif, tak sesuai ketentuan, kurang bayar, ada pula yang digunakan untuk jalan-jalan santai (JJS) ke Eropa, seperti ke Roma, dan lainnya. Demikian laporan audit BPK yang diterimaKompas, Minggu (17/4/2011) sore ini di Jakarta.
Total dana otsus yang telah disalurkan oleh pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat mencapai Rp 28,84 triliun. Namun, berdasarkan uji petik, cakupan dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun. "Tidak semua jenis penyimpangan ditulis dalam laporan BPK, akan tetapi memang ada yang digunakan untuk jalan-jalan ke Roma," tandas anggota BPK Rizal Djalil, saat dikonfirmasi Kompas, Minggu (17/4/2011).
Menurut laporan BPK itu, penyimpangan pelaksanaan otonomi khusus terjadi karena, antara lain, belum adanya peraturan daerah khusus (perdasus) Papua dan Papua Barat. Pengalokasian dana otsus selama ini hanya didasarkan pada kesepakatan antara gubernur dan bupati atau wali kota, tanpa adanya nota kesepakatan. "Dengan tidak adanya ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan, penyaluran dana otsus berpotensi tidak tepat sasaran dan terjadi penyalahgunaan subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan oleh pemerintah daerah maupun penerima dana," ungkap laporan BPK itu.
Laporan rinci
Secara rinci, laporan BPK mengungkapkan adanya penyimpangan yang ditemukan, meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 218,29 miliar serta penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenakan denda senilai Rp 17,22 miliar. "Ada dana yang didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua serta dicadangkan, padahal tidak sesuai ketentuan. Jumlahnya mencapai Rp 2,35 triliun," tandas laporan itu.
Selain itu, juga terjadi penyimpangan akibat pemahalan harga saat pengadaan barang dan jasa sampai Rp 34,02 miliar. Penyimpangan lainnya antara lain saat proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan sehingga merugikan negara sampai Rp 326,29 miliar dan penggunaan dana otsus yang tidak tepat sasaran dan peruntukannya sampai sebesar Rp 248,01 miliar.
"Adanya pemotongan langsung oleh Biro Keuangan pemerintah daerah untuk pembayaran tagihan pihak ketiga senilai Rp 27,17 miliar serta pertanggungjawaban pengeluaran dana otsus yang tidak didukung bukti lengkap dan valid Rp 566,39 miliar," tambah laporan BPK lagi.
Besok ke DPR
Secara terpisah, Ketua BPK Hadi Purnomo membenarkan pihaknya melakukan pemeriksaan penggunaan dana Otsus Papua dan Papua Barat. Namun, auditnya dilakukan anggota BPK.
Menurut Rizal Djalil, pihaknya akan menyerahkan laporannya Senin (18/4/2011) ke pimpinan DPR. Menurut dia, temuan BPK membuka mata, pendelegasian pengelolaan keuangan kepada elite lokal sebagai implementasi otonomi ternyata tidak diiringi akuntabilitas yang memadai. Dampaknya, justru menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif.
"Pemerintah pusat harus membuat koridor yang jelas dan memberikan atensi agar komitmen pemerintah yang besar terwujudnya kesejehteraan dapat benar-benar terwujud," tandas Rizal.
Hadi menambahkan, pihaknya baru saja kembali dari Papua untuk menyaksikan penandatanganan MoU antara BPK dan DPRD se-Provinsi Papua mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK ke DPRD.
Selain itu, Hadi juga menyaksikan BPK menandatangani MoU dengan 58 kepala daerah tingkat I provinsi, kabupaten dan kota se-Papua mengenai pemeriksaan keuangan secarae-audit. Papua tercatat provinsi ketiga setelah Banten dan DKI Jakarta yang menandatanganie-audit. [Suhartono/Erlangga Djumena-KOMPAS.com ]
-
Mulai dari penggunaan yang fiktif, tak sesuai ketentuan, kurang bayar, ada pula yang digunakan untuk jalan-jalan santai (JJS) ke Eropa, seperti ke Roma, dan lainnya. Demikian laporan audit BPK yang diterimaKompas, Minggu (17/4/2011) sore ini di Jakarta.
Total dana otsus yang telah disalurkan oleh pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat mencapai Rp 28,84 triliun. Namun, berdasarkan uji petik, cakupan dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun. "Tidak semua jenis penyimpangan ditulis dalam laporan BPK, akan tetapi memang ada yang digunakan untuk jalan-jalan ke Roma," tandas anggota BPK Rizal Djalil, saat dikonfirmasi Kompas, Minggu (17/4/2011).
Menurut laporan BPK itu, penyimpangan pelaksanaan otonomi khusus terjadi karena, antara lain, belum adanya peraturan daerah khusus (perdasus) Papua dan Papua Barat. Pengalokasian dana otsus selama ini hanya didasarkan pada kesepakatan antara gubernur dan bupati atau wali kota, tanpa adanya nota kesepakatan. "Dengan tidak adanya ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan, penyaluran dana otsus berpotensi tidak tepat sasaran dan terjadi penyalahgunaan subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan oleh pemerintah daerah maupun penerima dana," ungkap laporan BPK itu.
Laporan rinci
Secara rinci, laporan BPK mengungkapkan adanya penyimpangan yang ditemukan, meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 218,29 miliar serta penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenakan denda senilai Rp 17,22 miliar. "Ada dana yang didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua serta dicadangkan, padahal tidak sesuai ketentuan. Jumlahnya mencapai Rp 2,35 triliun," tandas laporan itu.
Selain itu, juga terjadi penyimpangan akibat pemahalan harga saat pengadaan barang dan jasa sampai Rp 34,02 miliar. Penyimpangan lainnya antara lain saat proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan sehingga merugikan negara sampai Rp 326,29 miliar dan penggunaan dana otsus yang tidak tepat sasaran dan peruntukannya sampai sebesar Rp 248,01 miliar.
"Adanya pemotongan langsung oleh Biro Keuangan pemerintah daerah untuk pembayaran tagihan pihak ketiga senilai Rp 27,17 miliar serta pertanggungjawaban pengeluaran dana otsus yang tidak didukung bukti lengkap dan valid Rp 566,39 miliar," tambah laporan BPK lagi.
Besok ke DPR
Secara terpisah, Ketua BPK Hadi Purnomo membenarkan pihaknya melakukan pemeriksaan penggunaan dana Otsus Papua dan Papua Barat. Namun, auditnya dilakukan anggota BPK.
Menurut Rizal Djalil, pihaknya akan menyerahkan laporannya Senin (18/4/2011) ke pimpinan DPR. Menurut dia, temuan BPK membuka mata, pendelegasian pengelolaan keuangan kepada elite lokal sebagai implementasi otonomi ternyata tidak diiringi akuntabilitas yang memadai. Dampaknya, justru menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif.
"Pemerintah pusat harus membuat koridor yang jelas dan memberikan atensi agar komitmen pemerintah yang besar terwujudnya kesejehteraan dapat benar-benar terwujud," tandas Rizal.
Hadi menambahkan, pihaknya baru saja kembali dari Papua untuk menyaksikan penandatanganan MoU antara BPK dan DPRD se-Provinsi Papua mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK ke DPRD.
Selain itu, Hadi juga menyaksikan BPK menandatangani MoU dengan 58 kepala daerah tingkat I provinsi, kabupaten dan kota se-Papua mengenai pemeriksaan keuangan secarae-audit. Papua tercatat provinsi ketiga setelah Banten dan DKI Jakarta yang menandatanganie-audit. [Suhartono/Erlangga Djumena-KOMPAS.com ]
Diposting oleh HIPELMAFA di 05.43 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
Papua Song
Copy Code Bellow And Paste Your Page
Gratisan Lada Papua Barat