Dana Otsus Papua Dipakai JJS ke Roma?
Jakarta — Badan Pemeriksa Keuangan, yang mengaudit pemakaian dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat selama tahun 2002-2010, menemukan banyak penyimpangan. Dari jumlah dana Rp 19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp 4,12 triliun digunakan bermacam-macam penyimpangan oleh Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Mulai dari penggunaan yang fiktif, tak sesuai ketentuan, kurang bayar, ada pula yang digunakan untuk jalan-jalan santai (JJS) ke Eropa, seperti ke Roma, dan lainnya. Demikian laporan audit BPK yang diterimaKompas, Minggu (17/4/2011) sore ini di Jakarta.
Total dana otsus yang telah disalurkan oleh pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat mencapai Rp 28,84 triliun. Namun, berdasarkan uji petik, cakupan dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun. "Tidak semua jenis penyimpangan ditulis dalam laporan BPK, akan tetapi memang ada yang digunakan untuk jalan-jalan ke Roma," tandas anggota BPK Rizal Djalil, saat dikonfirmasi Kompas, Minggu (17/4/2011).
Menurut laporan BPK itu, penyimpangan pelaksanaan otonomi khusus terjadi karena, antara lain, belum adanya peraturan daerah khusus (perdasus) Papua dan Papua Barat. Pengalokasian dana otsus selama ini hanya didasarkan pada kesepakatan antara gubernur dan bupati atau wali kota, tanpa adanya nota kesepakatan. "Dengan tidak adanya ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan, penyaluran dana otsus berpotensi tidak tepat sasaran dan terjadi penyalahgunaan subsidi, hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan oleh pemerintah daerah maupun penerima dana," ungkap laporan BPK itu.
Laporan rinci
Secara rinci, laporan BPK mengungkapkan adanya penyimpangan yang ditemukan, meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 218,29 miliar serta penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenakan denda senilai Rp 17,22 miliar. "Ada dana yang didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua serta dicadangkan, padahal tidak sesuai ketentuan. Jumlahnya mencapai Rp 2,35 triliun," tandas laporan itu.
Selain itu, juga terjadi penyimpangan akibat pemahalan harga saat pengadaan barang dan jasa sampai Rp 34,02 miliar. Penyimpangan lainnya antara lain saat proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan sehingga merugikan negara sampai Rp 326,29 miliar dan penggunaan dana otsus yang tidak tepat sasaran dan peruntukannya sampai sebesar Rp 248,01 miliar.
"Adanya pemotongan langsung oleh Biro Keuangan pemerintah daerah untuk pembayaran tagihan pihak ketiga senilai Rp 27,17 miliar serta pertanggungjawaban pengeluaran dana otsus yang tidak didukung bukti lengkap dan valid Rp 566,39 miliar," tambah laporan BPK lagi.
Besok ke DPR
Secara terpisah, Ketua BPK Hadi Purnomo membenarkan pihaknya melakukan pemeriksaan penggunaan dana Otsus Papua dan Papua Barat. Namun, auditnya dilakukan anggota BPK.
Menurut Rizal Djalil, pihaknya akan menyerahkan laporannya Senin (18/4/2011) ke pimpinan DPR. Menurut dia, temuan BPK membuka mata, pendelegasian pengelolaan keuangan kepada elite lokal sebagai implementasi otonomi ternyata tidak diiringi akuntabilitas yang memadai. Dampaknya, justru menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif.
"Pemerintah pusat harus membuat koridor yang jelas dan memberikan atensi agar komitmen pemerintah yang besar terwujudnya kesejehteraan dapat benar-benar terwujud," tandas Rizal.
Hadi menambahkan, pihaknya baru saja kembali dari Papua untuk menyaksikan penandatanganan MoU antara BPK dan DPRD se-Provinsi Papua mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK ke DPRD.
Selain itu, Hadi juga menyaksikan BPK menandatangani MoU dengan 58 kepala daerah tingkat I provinsi, kabupaten dan kota se-Papua mengenai pemeriksaan keuangan secarae-audit. Papua tercatat provinsi ketiga setelah Banten dan DKI Jakarta yang menandatanganie-audit. [Suhartono/Erlangga Djumena-KOMPAS.com ]
0 komentar:
Posting Komentar